-

FIKSI...!!



Warna langit merah. Sore begitu indah. Angin dingin yg bersemilir lembut mempermainkan rambutku. 

Sore ini bgtu sepi. Tidak! Mungkin jiwaku yang sepi. Tapi, aku memang suka menyendiri di teras depan ini. Memandang lurus ke depan dengan pandangan kosong. Namun, telingaku menangkap suara anak-anak yang tengah bermain di jalan. Penuh tawa ceria. Ah, andai saja aku bisa terus menjadi anak-anak,betapa bahagianya..
Mengenal hanya satu cinta. Cinta seorang ibu. Bukan cinta remaja yang mulanya manis tapi kemudian berakhir luka. Ya..Menyakitkan bukan? Jika bunga cinta yang kita harapkan kemudian tumbuh dengan duri. Lalu lagu cinta yang semulanya merdu berubah menjadi tangis yang berkepanjangan.

Anganku menerawang. Lintasan-lintasan masa lalu bermain di benakku. Aku seseorang yg menganggungkan kesetiaan. Bagiku cinta adalah sesuatu yang sakral sifatnya. Hingga kemudian ketika cinta juga menjamahku. Aku berusaha memeliharanya dengan ketulusan. Seluruh ketulusan yang aku miliki. Tapi, mengpa harus dikhianati?
Mungkin benar katamu, mah. Mungkin selama ini aku selalu menemukan laki-laki yang salah. Laki-laki yang tak seharusnya mndapatkan cintaku. Tapi, apa iya begitu? Ataukah aku yg tak pandai menbaca situasi. Dimana cinta dijadikan temeng untuk meraih sesuatu. Tapi setelah didapat lalu dicampakkan?

Berat sungguh.. Kenyataan harus melepas sebuah cinta. Larut dalam penyesalan yang dalam. Aku memilih melangkah sendiri. Ya, sendiri. Tanpa seorangpun disampingku. Padahal jalan yang ku tempuh kadang demikian terjal. Disaat seperti ini sering aku merindukan satu sosok yang dapat membimbingku, menuntunku, mengubah aral menjadi batu loncatan untuk masa depan.

Mah, tau kah? Betapa lelahnya aku. Tapi, aku harus bisa. Harus bisa menyelesaikan akhir dari perjalanan panjang ini. Sampai dibatas aku tak mampu menggerakkan kedua kakiku lagi.
Aku lari, menghilang. Bukan untuk menghindar darinya. Sungguh, apa lagi untuk menyakitinya. Aku justru ingin menyelamatkan hatinya. Yang teramat baik. Yang mengulurkan tangannya untukku. Tapi, layakkah aku? Layakkah aku menerima smw ini? Diam ad tanya dalam hati.

Aku terlanjur tersakiti
. Luka lama kini terbuka kembali. Ternyata waktu tak berpihak padaku. Mengapa ini terjadi padaku? Mengapa jika malam datang padaku, aku masih juga menangis? Mengapa, mah?
Dia janjikan tak ada lagi tangis. Bebarkah itu? Bagaimana mungkin jika tangis sudah terlanjur menjadi sahabatku? Beberapa hari belakangan ini. Aku menutup diri. Menyembunyikan luka hati sendiri. Berusaha mengundang tawa, walau perih di hati.
Siapa orang yang tak ingin hidup berpasangan. Berbagi rasa tidak seorang pun bukan? Begitupun aku. Yang juga mendambakan pendamping hidup, tempat ku mencurahkan rasa. Tapi jika kemudian ia meninggalkan ku. Meninggalkan aku dengan sebuah tanya dalam hati. Inikah wujud kesetiaan. Inikah arti cinta?

Aku menggeleng cepat. Katakan aku GILA. Katakan aku GILA. Katakan aku tak waras. Tapi, inilah aku sekarang. Satu sosok yang meredam lara. Membiarkan semuanya berlalu. Tak punya keinginan apa-apa.

Warna alam sudah gelap sekarang...
Aku mendesah lirih. Mah, kapankah semua orang mau mengerti, kapan mereka mengerti aku?
Cinta sesuatu yang suci. Semakin kau buktikan kesucian cinta itu. Semakin dalam aku tenggelam dalam satu keyakinan. Mgkn aku tak layak berada disampingnya. Dan masih banyak wanita lain. Masih banyak yang memendam cinta padanya. Raihlah selagi punya waktu. Jangan menungguku. Karena aku sendiripun tak pernah tahu. Kapan aku terjaga..
Jangan menanti sesuatu yang tak pasti, yang lalu ku putuskan semua harus berakhir. Ku harap semua berjalan baik. Dan aku tetap memilih untuk sendiri. Dan sekali lagi aku berkata. Aku GILA !

Aku menangis. Menangis. Andai saja semua tidak pernah terjadi. Seandainya kau lebih dulu hadir.. Mungkin tidak seperti ini jadinya. Sering aku menyesali. Tuhan mempertemukan kita pada waktu dan keadaan yang salah.
Kau tak pernah tahu, aku tersiksa selama ini. Dengan bayang-bayang di masa lalu yang masih jelas dalam ingatanku. Dikhianati, diduakan, bahkan tak dianggap. Aku ingin mengubur semua itu. Semua perkataan orang-orang itu. Hingga aku memutuskan menutup rapat pintu hatiku. Aku tidak ingin trulang kembali.
Tolong mengertilah !
Suatu hari, mungkin aku akan bisa mempercayai bahwa tak ada satu langkah dalam kegelapan. Jika kita yakin ada lentera yang akan menerangi.
Tapi sementara ini.. Biarkan aku dengan duniaku...!
Teras rumahku, Desember 2010



To be continue..
Previous
Next Post »